campuran

LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL GINJAL

A. Pengertian
Gagal ginjal adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak yang bersifat reversibel.
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara perlahan-lahan, bulanan atau tahunan berjalan progresif dan menetap (irreversible).

Fungsi Ginjal
1. Ultrafiltrasi
Membuang volume cairan dari darah sirkulasi dan bahan-bahan yang terlarut di dalamnya.
2. Pengendalian cairan
Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit yang tepat dalam batas ekskresi yang normal, sekresi dan reabsorbsi.
3. Keseimbangan asam basa
Mempertahankan suasana keseimbangan asam basa dengan ekskresi ion H dan pembentukan bicarbonat untuk buffer (penyangga).
4. Ekskresi produk sisa
Pembuangan langsung produk metabolisme yang terdapat pada filtrat glomerular dan zat-zat toksik yang berbahaya bagi tubuh.
5. Pengaturan tensi
Mengatur tekanan darah dengan mengendalikan volume sirkulasi dan sekresi renin.
6. Produsen erythropoietin
Erythropoietin hasil ekskresi ginjal merangsang sumsum tulang dalam pembuatan sel erythrosit (sel darah merah).
7. Pengaturan metabolisme
Mengaktifkan vitamin D yang diatur oleh kalsium fosfat ginjal.
B. Patofisiologi
1. Gagal ginjal akut
Yaitu penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara tiba-tiba atau mendadak dan bersifat reversibel. Ada 3 penyebab gagal ginjal akut berdasarkan kriteria mayor :
a. Pre renal
Disebabkan oleh gangguan sirkulasi aliran darah pada ginjal, seperti : dehidrasi, vomitus, shock, septikemia, gagal jantung, obstruksi pada arteri renal, dll.
b. Intra renal
Disebabkan oleh ischemia, inflamasi atau infeksi pielonephritis, GNC, obstruksi, dan nefroksia, serta penyebab lain pada DIC, tumor, ataupun obstruksi tubuler karena pengkristalan asam urat serta pembedahan.
c. Post renal
Disebabkan oleh sesuatu yang menyebabkan obstruksi pada saluran kencing, lokasi tersebut dapat terjadi di kaliks ginjal sampai meatus urethra, seperti obstruksi pada bledder, BPH atau tumor atau obstruksi pada kalkuli urethra.
Pada gagal ginjal akut terjadi 3 fase :
1) Fase oliguria
2) Fase diuretik
3) Fase pemulihan
Dengan penatalaksanaan yang baik gagal ginjal akut dapat pulih dengan baik, tetapi memiliki laju mortalitas yang tinggi yaitu 60%.
2. Gagal ginjal kronis
Yaitu penurunan fungsi ginjal secara perlahan, biasanya bulanan atau tahunan, berjalan progresif dan menetap (irreversibel).
Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronis adalah hilangnya sebagian nefron fungsional yang bersifat irreversibel, sedikitnya 70% di bawah normal. Penyebab hilangnya fungsi nefron antara lain :
a. Gangguan imunologis : glomerulonephritis, poliarteritis nodosa, dan SLE.
b. Gangguan metabolik : diabetes melitus dan amiloidosis.
c. Gangguan pembuluh darah ginjal : atherosklerosis dan nefrosklerosis.
d. Infeksi : pielonephritis dan tuberkolosis.
e. Gangguan tubulus primer : nefrotoksik (analgesik dan logam berat)
f. Obstruksi traktus urinarius : batu ginjal, BPH, konstriksi dan striktur urethra.
g. Kelainan kongenital : hipoplasia renalis dan penyakit kulit polikistik.

C. Akibat Gagal Ginjal
Akibat-akibat pada berbagai sistem tubuh yang timbul bila ginjal mengalami penurunan fungsi atau tidak berfungsi antara lain :
1. Gangguan pada sistem darah
Anemia terjadi pada penderita gagal ginjal, hal ini karena ;
a. Produksi hormon eritropoietin (oleh ginjal) menurun.
b. Memendeknya umur dan pecahnya sel darahh merah oleh keracunan.
c. Kekurangan zat besi atau asam folat.
d. Pendarahan saluran cerna.
e. Pembentukan jaringan ikat dalam sumsum belakang (tempat pembuatan sel darah merah)
Prows pembekuan darah dapat terganggu karena kekurangan atau gangguan fungsi sel - sel darah pembeku (trombositopenia atau trombopati). Sistem pertahanan tubuh secara umum menurun, sehingga orang mudah terkena infeksi.
2. Gangguan gastro intestinal
Keluhan tidak nafsu makan, mual, dan muntah merupakan kumpulan gejala akibat penimbunan zat - zat racun. Penimbunan zat wewn di dalam air liur, diubah oleh jasad renik (kuman - kuman) dalam rongga mulut menjadi amonia, yang menimbulkan bau khas. Penderita dapat mengalami sakit lambung atau gastritis, karang lambung, radang usus besar.
3. Gangguan sistem persyarafan
Gangguan sistem ini dapat berwujud rasa lemah, sulit tidur, gemetar halus, sampai kejang - kejang, hal ini menandakan adanya keracunan pada susunan syaraf pusat. Penderita sering mengeluh pegal pada kedua tungkai, rasa kesemutan maupun baal (mati rasa) pada telapak tangan dan kaki: Beberapa faktor lain yang ikut berperan pada gangguan ini adalah rendahnya kadar kalsium dan fosfat dalam tubuh yang merupakan bagian dari penyakit dasar.
4. Gangguan sistem jantung dan pembuluh darah
Hipertensi sering menyertai gagal ginjal, bila tidak terkontrol dapat menyebabkan kerusakan yang progresif pada ginjal. Hipertensi juga dapat merupakan bagian dari gagal ginjal kronis, yang diakibatkan oleh beberapa hal, seperti ; tertahannya Na+ di dalam tubuh, penimbunan cairan karena gangguan fungsi daya saring ginjal dan meningkatnya kadar hormon renin. Penimbunan cairan di dalam selaput pembungkus jantung dan radang otot jantung merupakan salah satu pertanda memburuknya penyakit. Penderita gagal ginjal kronis yang mengalami kelebihan beban cairan tubuh dapat mengalami gagal jantung, lebih - lebih dengan adanya anemia kronik yang memperberat keadaan ini.
5. Gangguan sistem hormonal
Penderita gagal ginjal kronis kadang mengeluh terjadi penurunan libido, gangguan kesuburan (fertilitas), dan impotensi, sedangkan pada penderita wanita dapat dijumpai gangguan menstruasi. Gangguan hormon kalsitriol ginjal berdampak pada metabolisme kalsium dan fosfat tubuh, yang berakibat terjadinya kerapuhan tulang. Pasien mengeluh tulang sendi pegal dan sakit.
6. Gangguan pada pengaturan asaam basa dan elektrolit
Gangguan kemampuan ginjal untuk membuang sisa metabolisme (asam) dari tubuh mengakibatkan terjadinya keracunan asam (asidosis metabolik). Keadaan ini seringkali dimanifestasikan dengan ; sesak nafas yang sebenarnya merupakan kompensasi paru - paru untuk mengatasi keasaman dalam darah yang berlebihan dengan membuang CO2 sebanyak mungkin, melalui pernafasan cepat daan dalam (kusmoul). Peningkatan kadar kalium dalam darah (hiperkalemia) dapat membahayakan fungsi jantung dan merupakan bagian dari ketidakmampuan ginjal untuk membuang kalium serta keluarnya kalium dari dalam sel, pada keadaan keracunan asam tersebut.
7. Gangguan pada kulit
Gatal - gatal umumnya disebabkan oleh zat - zat racun krenik clan pengendapan kalsium di pori - pori kulit. Kristal ureum dalam keringat pada kulit (Urea frost) jarang dijumpai.

D. Terapi Pengganti/Penatalaksanaan Gagal Ginjal
1. Transplantasi ginjal (TG)
Transplantasi ginjal adalah pengambilan ginjal dari badan seseorang dan dicangkokkan ke dalam badan orang lain yang kehilangan fungsi ginjalnya. Ginjal yang sudah ditransplantasi akan berfungsi seperti ginjalnya sendiri. Operasi transplantasi ginjal berlangsung sekitar 3 - 4 jam. Ginjal yang ditransplantasikan diletakkan di sebelah kanan/kiri perut atau bawah pusat. Arteri dan vena ginjal baru disambungkan pada arteri dan vena di daerah panggul, ureter dari ginjal dihubungkan dengan kandung kemih. Transplantasi ginjal merupakan pilihan yang paling ideal sebagai terapi pengganti ginjal pada CRF/GGK,. namun di seluruh dunia menunjukkan jumlah yang sangat terbatas dengan jumlah pasien dialisis yang membutuhkannya dan "waiting list" cenderung makin panjang untuk mendaapatkan donor. Kendala akan terbatasnya donor ginjal baik cadaverik donor maupun living donor memaksa para ilmuan untuk mencari donor ginjal dari spesies lain (xenotransplans) yang saat ini masih dalam taraf percobaan. Pada masa yang akan datang kendala aspek medis : imunological rejection dan tehnik operasi akan dapat diatasi dengan pengalaman dan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Masalah yang menjadi kendala adalah aspek non medis : kurangnya organ donor, biaya, etika, moral, religi, dan legalitas.
Gambar contoh lokasi pencangkokaan ginjal


2. Peritoneal dialisa (PD)
Yaitu suatu metoda pilihan pengganti (renal replacement treatment) pada GGK dan diperkirakan lebih dari 100.000 pasien di seluruh dunia menggunakan metoda ini karena simpel dan menyenangkan (convenience) dan relatif lebih ekonomis.
Peritoneal dialisa dibagi menjadi :
1) Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD = DPMB)
2) Automated Peritoneal Dialysis (APD)
3) Continuous Cycling Peritoneal Dialysis (CCPD)
4) Noctural/Night Intermitten Peritoneal Dialysis (NIPD)

Fisiologi
Pada PD terjadi transportasi solute dan air melalui membran yang memisahkan 2 kompartemen cairan dengan kandungan yang berbeda, yaitu : darah dalam kapiler peritoneal yang pada pasien GGK mengandung ureum, kreatinin, kalium, dll, dalam kadar yang berlebihan dan cairan dialisis dalam rongga peritonium yang mengandung Na+, CI', laktat, glukosa dengan kadar tinggi sehingga menimbulkan hiperosmolar. Peritoneal membran berlaku sebagai dialiser. Proses transpor yang terjadi secara simultan meliputi ; proses difusi, ultrafiltrasi, dan absorbsi.
Gambar Pasien dengan CAPD


E. Nursing Care Planning
1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan sirkulasi ekstra corporeal
Intervensi
Mandiri
a. Ukur tekanan darah dan nadi.
b. Atur posisi klien telentang/trandelenburg bila ada tanda kekurangan cairan
c. Kaji adanya perdarahan pada sisi akses dan insisi/luka
d. Timbang berat badan
Kolaboratif
e. Lakukan program hemodialisa dengan tanpa UF (TMP = 0)
f. Atur Qb 150-180 ml/mnt.
g. Batasi cairan yang keluar (cairan primming) tidak perlu dibuang
h. Tambahkan cairan yang masuk (IV maupun oral)
2. Potensi komplikasi anemia
Intervensi
Mandiri
a. Observasi keadaan umum
b. Monitor tekanan darah dan nadi
c. Tinggikan kepala bila klien menunjukkan anemia yang bertambah buruk
Kolaboratif
d. Laksanakan pemberian transfusi sesuai program
e. Berikan asam folat dan B12 sesuai program
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pengendapan ureum dalam jaringan kulit, efek heparin.
Intervensi
Mandiri
a. Inspeksi keadaan kulit
b. Anjurkan klien untuk membatasi penggunaan sabun
c. Anjurkan klien untuk memberikan minyak/krem pelembab pada kulit
d. Anjurkan klien untuk menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberi tekanan pada area yang gatal
e. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk, mempertahankan kuku pendek, gunakan sarung tangan kalau perlu selama tidur.
Kolaboratif
f. Berikan antihistamin sesuai program
g. Minimalkan penggunaan heparin


DAFTAR PUSTAKA


Carpenito, L.J. (2000), Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, Edisi 2, alih bahasa : Ester M, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Guyton and Hall. (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Nanda. (2001), Nursing Diagnosis, Definitions and Clasification, Philadelphia.


ASMA BRHONCHIALE

A. Definisi.
Asma adalah proses obstruksi reversibel yang ditandai dengan peningkatan responsivitas dan inflamasi jalan nafas, terutama jalan nafas bawah (Wong, 2003). Sedangkan menurut Smeltzer, S.C. et all., 2001 mendefinisikan asma sebagai penyakit jalan nafas obstruksi intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.

B. Etiologi.
Asma bronkiale disebabkan oleh 2 faktor. Faktor pertama yaitu alergik, dimana individu hipersensitiv terhadap alergen seperti cuaca, benda asing didalam udara (debu, tepung sari tumbuh-tumbuhan). Faktor kedua yaitu nonalergik atau idiopatik, dimana faktor pencetus serangan asma pada jenis ini berasal dari tubuh individu sendiri seperti keadaan flu / common cold, infeksi saluran nafas atas, emosi dan latihan.

C. Patofisiologi
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2 akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara.

D. Gejala Klinis Asma:
1. Bunyi wheezing saat menghembuskan udara.
2. Dipsnu berat.
3. Retraksi dada.
4. Napas cuping hidung.
5. Peningkatan jelas usaha bernafas.
6. Pernapasan yang dangkal dan cepat.
7. Batuk, wheezing, sesak saat bergiat.
8. Batuk yang berkepanjangan, yang tidak disebabkan oleh pilek, sering memburuk pada waktu malam.
9. Pilek berulang dan penyembuhannya lama.
Selama serangan asma, udara terperangkap karena spasme dan mucus memperlambat ekspirasi. Hal ini menyebabkan waktu menghembuskan udara menjadi lebih lama.

E. Perangkat Diagnostik
1. Analisa gas darah mungkin memperlihatkan penurunan konsentrasi oksigen arteri, dan mula-mula alkalosis respiratorik karena karbon dioksida dikeluarkan bersama pernapasan yang cepat. Apabil;a keadaan menetap atau memburuk, maka dapat terjadi asidosis respiratorik akibat status asmatikus.
2. Volume ekspirasi maksimumn dan kecepatan maksimum ekspirasi menurun.
3. Diantara serangan asma, individu biasanya asimtomatik. Namun, sebagian perubahan samar pada uji fungsi paru dapat dideteksi pada keadaan tanpa serangan.

F. Penatalaksanaan & Pengobatan Asma
1. Umum : Identifikasi dan penghindaran alergen dan iritan yang diketahui atau dicurigakan.
2. Pencegahan juga mencakup memantau ventilasi secara berkala, terutama selama waktu-waktu puncak serangan asma, misalnya musim dingin. Apabila diamati adanya penurunan bermakna volume ekspirasi maksimum atau kecepatan aliran ekspirasi, maka intervensi farmakologi dapat segera dimulai tanpa menuggu serangan timbul.
3. Khusus : obat-obat untuk penyembuh dan untuk pencegah
a. Obat untuk penyembuh, terdapat tiga kelompok, ketiganya dapat dikombinasikan jika di perlukan :
1). Beta 2 agonis, contohnya adalah salbutamol dan terbutalin.
2). Antikolinergik
3). Teofilin
b. Obat untuk pencegah, terdapat tiga kelompok utama yaitu :
1). Kortikosteroid , obat ini biasanya diberikan secara inhalasi tapi kadang-kadang diberikan secara oral.
2). Kromon, terdapat dua macam obat dalam kelompok ini yaitu sodium kromoglikat dan nedokromil.
3). Antagonis reseptor leukotrin, contohnya montelukast dianjurkan untuk diatas 2 tahun dan zafirlukast dapat digunakan pada anak diatas 12 tahun.






F. Patofisiologi (web caution)















G. Proses Keperawatan.
1. Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada asma brokiale:
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan lumen bronkiolus.
DS : Menyatakan sesak nafas.
DO : Penderita batuk-batuk, sesak nafas, auskultasi wheezing, Perubahan ritme dan frekwensi pernafasan.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan perfusi ventilasi.
DS : Mengatakan sesak nafas, sakit kepala dan gangguan penglihatan.
DO Abnormal hasil AGD, konfusi / bingung, hypercapnia, somnolens, tachycardia.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispenia, kelelahan
DS :
DO :

2. Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Perencanaan Rasional
Tujuan Intervensi
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan lumen bronkiolus Respiratory status: Airway patency
Indikator:
 RR DBN (10-24 x/mnt)
 Bebas suara na-fas tambahan.
 Kemudahan bernafas
Air way manajemen:
 Berikan posisi fowler
 Kelola obat anti asma/bronchodilator
 Auskultasi suara nafas.
 Kelola oksigenasi.
Memudahkan bernafas
Melebarkan bron-chiolus, membebas-kan lumen dari mukus.
Memonitor perkembangan
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan perfusi ventilasi.
Respiratory status: Gas Exchange
Indikator:
 Status mental baik.
 Tidak dyspnea
 Tidak sianosis
 pCO2 DBN (35-45mmHG)
 Arterial PH DBN (7,35 – 7,45)
 Saturasi O2 DBN (85 – 95%)
Acid Base Manage- ment: Respiratory Alkalosis
 Pasang akses IV
 Jaga patensi jalan nafas.
 Berikan oksigen terapi dengan RM
 Monitor pola nafas.
 Monitor status mental.

 Berikan support mental.
 Monitor level ABG.


Untuk pemberian obat.


Meningkatkan ambilan CO2 saat inspirasi.
Ketidak seimbangan asam basa menyebab-kan perubahan pola nafas dan perubahan status mental
Menurunkan stres/ krisis situasional.
Evaluasi
Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara kebutuhan dan supalai oksigen
Tolerance aktivitas
Indicator:
 Kemampuan berbicara saat beraktifitas
 Dapat melakukan ADLs
 Respon saturasi oksigen, HR, BP dalam rentang normal terhadap ADLs
 Respon kemudahan bernafas terhadap aktivitas
Manajemen energi
 Kaji keterbatasan fisik pasien.

 Dorong pasien untuk mengung-kapkan perasaan-nya tentang keterbatasannya.
 Batasi stimulus lingkungan.
 Turunkan ketidak nyamanan fisik.
 Tingkatkan istirahat.
 Monitor pola tidur pasien.
 Monitor respon cardiorespiratory oleh aktivitas.
 Bantu klien dalam menyusun jadwal kegiatan harian.
 Evaluasi program dalam peningkatan level aktivitas.
Mengetahui tingkat pemenuhan energi terhadap aktifitas.
Meningkatkan support mental.










E. Sumber Pustaka:
Carpenito LJ., (1987). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, edisi 8, Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J (2000). Buku Saku Patofisiologi, Jakarta : EGC.
Guyton, (1990). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Jakarta.
McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By Mosby-Year book.Inc,Newyork
NANDA, 2005-2006, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA
University IOWA., NIC & NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications, Philadelphia, USA